“saya akan menjemput istri anda dulu, tadi dia sedang pergi
membeli beberapa bahan makanan di mall” ucap sopir itu berpamitan.
“Membeli bahan makanan di mall? Ini kehidupan kelas atas”
desah Ahmad dalam hati dengan dada berdegub kencang.
Ahmad terus terduduk di sofa tanpa berkata kata, pikirannya
disibukkan oleh rasa ingin berterus terang atau menipu. Kalaupun ia menipu dan
ketahuan, ia bisa beralasan bahwa ia lupa ingatan sehingga mau saja diajak
kerumah itu.
Tapi Ahmad juga ingin
memastikan dimana pria yang menjadi suami wanita itu berada? Dan mengapa ia
sangat mirip dengannya?. Ahmad yakin tidak memiliki saudara kembar, tidak ada
cerita mirip sinetron atau apapun di keluarga sederhananya, dan tidak ada yang
pernah disembunyikan. Ahmad memang benar-benar anak ayah dan ibunya.
Beberapa saat kemudian terdengar mobil berhenti diteras
rumah, tampaknya wanita yang mengaku istrinya telah datang. Suara langkah kaki
mendekati pintu rumah, terdengar suara sopir berpamitan pergi lalu suara
seorang wanita mengizinkannya pergi, dada Ahmad berdegub makin kencang. Ahmad
belum siap, ingin rasanya ia bersembunyi.
Tiba-tiba pintu telah dibuka, ingin rasanya Ahmad menutup
mukanya, tetapi ia merasa tidak sanggup ketika telah melihat wanita itu.
Wajah itu sangat cantik, tiada bandingannya dalam dunia
nyata yang pernah dilihat Ahmad.
Wajahnya mirip artis bintang film Korea
Selatan yang dulu sering ditonton teman-temannya, film itu judulnya Full House,
dan wanita itu mirip Sung Hye Kyo yang berperan sebagai Han Ji Eun.
Sayangnya
ia tidak berhijab, dimana Ahmad selalu mendambakan wanita berhijab sebagai
istrinya.
“Suamiku…” ucap wanita itu dengan lembut sambil menatap
Ahmad dengan mata berkaca kaca. Suaranya seperti nyanyian yang melenakan
ditelinga, dan wajahnya seperti khamr
yang memabukkan, hampir hampir Ahmad pingsan mendengarnya.
“Ahmad… kenapa kamu diam?” tanyanya pada Ahmad, Ahmad
terhenyak, “namaku memanglah Ahmad, mungkinkah semua yang kurasakan sebelum
kecelakaan yang menimpaku hanya mimpi? Dan ini yang sesungguhnya?”.
“setelah kecelakaan itu aku selalu mencarimu, jasadmu belum
ditemukan jadi aku yakin kamu masih hidup. Kamu pergi dengan amarah sebelum
mobilmu mengalami kecelakaan, aku yakin kamu kabur dari aku, sehingga meski
jasadmu belum ditemukan, kamu tidak mau kembali ke rumah..” ucap wanita itu
lagi.
Kali ini Ahmad mulai menebak apa yang sebenarnya terjadi,
suaminya yang sebenarnya mungkin mengalami kecelakaan dan meninggal atau
mungkin masih hidup tapi tak mau kembali. Ini artinya kalau Ahmad mau,
selamanya ia bisa menggantikan suaminya. Tapi kenapa namanya juga sama dengan
nama Ahmad? Begitu juga wajahnya?. Ahmad masih diam tak tahu harus menjawab
apa.
Wanita cantik itu masih terus berdiri didepannya dan menatapnya,
ia menunggu jawaban dari Ahmad. Ini adalah saat terpenting baginya untuk
memutuskan masa depannya, apakah meninggalkan masa lalunya dan menggantinya
dengan sesuatu didepan matanya saat ini?, atau tetap menganggap masa lalunya
itu ada dan masa depan didepan matanya adalah sesuatu yang palsu?.
Tiba-tiba Ahmad teringat dengan ibunya yang mungkin saat ini
sedang bersusah payah berjualan di pasar di bawah terik matahari, dan bapaknya
yang mungkin sedang mencangkul di ladang orang sambil menyeka keringatnya.
Rasanya ia tidak bisa menghianati
mereka, dan juga ajaran-ajaran mereka selama ini mengenai kejujuran.
Tiba-tiba Ahmad beristighfar kepada Allah.
“Maaf mba, saya memang Ahmad, tapi saya bukan suami anda,
saya juga orang yang miskin dan tidak pernah menikmati tempat tinggal semewah
ini, membayangkannya juga tidak berani.
Untuk istri, saya juga belum pernah menikah, tapi saya
selalu membayangkan wanita muslimah biasa dengan jilbab yang sederhana adalah
wanita yang akan menjadi istri saya. Untuk wanita seperti anda, saya membayangkannya
saja juga tidak berani..”
Wanita itu menatap Ahmad dengan diam, ada ekpresi
keterkejutan di wajahnya, “apa dia mengira aku berpura-pura sebagai orang lain?”
piker Ahmad.
Tiba-tiba seorang pria keluar dari sebuah ruangan di rumah
itu, ia adalah guru Ahmad di majlis ta’lim, ia menggandeng kedua orang tua
Ahmad.
“Ahmad, wanita ini adalah seorang Muallaf yang baru saja
masuk Agama Islam, namanya Susan, usianya sama dengan usiamu, dia datang
kepadamu dan meminta dicarikan seorang laki-laki yang mampu membimbingnya dalam
Agama Islam.
Selain itu, ia menginginkan laki-laki yang Qona’ah dan
pandai bersukur, amanah dan jujur, dan tidak mudah tergiur dengan dunia. Karena
dia tahu bahwa urusan duniawi terutama harta, tahta, wanita, bisa menyebabkan
seseorang tidak setia lagi pada istrinya, keluarganya, bahkan menghianati agama
dan Tuhannya.
Aku menawarkanmu nak, karena menurutku kamu yang paling
sesuai dengan semua kriteria yang diminta Susan. Dan dia diam-diam telah
mengamatimu, dan tahu bahwa kamu orang yang jujur, amanah, pandai dalam ilmu
agama serta mampu membimbingnya dalam Islam.
Tetapi dia belum memiliki bukti bahwa kamu orang yang tidak
akan tergiur dengan pangkat, harta, dan wanita. Karena semua fitnah dunia bisa
menghancurkan semua yang lainnya. Tiba-tiba secara kebetulan kamu ditimpa
kecelakaan. Kami juga sudah tahu menurut keterangan dokter kamu tidak mengalami
gegar otak atau masalah apapun dengan ingatanmu. Lalu kami merencanakan semua
hal yang kamu alami saat ini untuk mengujimu.
Kami sempat takut kamu tidak akan lolos ujian ini ketika
kamu tidak segera mengakui siapa sebenarnya kamu di rumah sakit, dan juga
ketika sampai disini. Bahkan kamu masih terdiam ketika melihat Susan ini
datang.
Tetapi saat ini kami sudah lega, ternyata aku menawarkan orang
yang paling tepat menurut kriteria laki-laki yang diinginkan Susan.”
Ahmad langsung berdiri, ia mendatangi gurunya dan mencium
tangannya, lalu memeluk kedua orang tuanya. Ia merasa bersyukur ahirnya telah
berani berkata jujur dan meninggalkan nafsu dunia yang sempat membelenggunya.
Sehingga ahirnya ia malah mendapatkan semua yang tadinya kepalsuan menjadi
kenyataan.
Manusia kadang mengorbankan akal sehat dan keimanannya
ketika melihat peluang untuk memperoleh suatu kekayaan atau apapun itu, tanpa
menyadari bahwa bila ia tetap memegang prinsip kebenaran, bisa jadi ia akan
mendapatkan sesuatu yang lebih dari itu
dan tanpa kepalsuan di dalamnya.
Seperti kisah orang yang menemukan dompet berisi uang satu
juta, ia tidak sadar ada cek bernilai 300 juta didalam dompet dan memilih
mengambil uang satu juta itu dan membuang dompet tersebut. Padahal tidak lama
setelah itu ada orang yang memungut dompet tersebut dan mengembalikan pada yang
punya, ketika itu yang punya dompet telah bersumpah akan memberikan uang 10% dari
cek yang tersimpan di dompet, sekaligus uang satu juta itu.