Cerita ini mengkisahkan sebuah
peristiwa di kota kecil yang berada di lereng sebuah gunung. Kota kecil yang
dingin itu terasa sangat nyaman dan sejuk. Pepohonan yang rindang banya tumbuh
dimana-mana. Para penduduk di kota tersebut memiliki kebun-kebun bawang, kubis,
dan strawberry.
Dibalik kenyamanan dan ketentraman
kota kecil itu, ada satu kekurangan yang patun diprihatinkan. Mereka enggan
belajar ilmu agama. Mereka enggan menghadiri kajian-kajian kitab di masjid, sehingga
membuat geram beberapa tokoh alim dan ulama’.
Suatu hari datanglah sebuah
keluarga yang berpindah ke kota kecil tersebut dan membeli sebuah rumah. Tanah di
kota itu masih murah, pak Ridwan, kepala keluarga yang baru datang tersebut
membeli sebuah rumah kecil yang sebagian besarnya masih dari kayu yang sudah
rapuh. Pak Ridwan berprofesi sebagai pedagang bakso keliling, tetapi ia sangat
rajin menghadiri majlis taklim, bahkan sejak dari tempat tinggalnya yang lama. Ia
juga belajar di pesantren dari semenjak kecil.
Pada suatu pagi yang cerah di hari Jum’at,
Pak Ridwan menemukan selembar kertas terselip di pintu rumahnya. Di kertas itu
tertulis banyak huruf-huruf Arab dan dalam Bahasa Arab, penuh dari atas sampai
bawah. Awalnya Pak Ridwan hendak membuangnya, akan tetapi karena hatinya tidak
mengizinkan karena berfikir mungkin itu sebuah amanah yang harus dibacanya, Pak
Ridwan segera masuk dan membaca tulisan itu.
Sebagai orang yang tekun belajar
Bahasa Arab dan kitab-kitab, tidak susah bagi Pa Ridwan untuk memahami isi
tulisan kertas di tangannya. Betapa terkejutnya Pak Ridwan, kertas itu berisi
pengumuman bahwa seorang saudagar dari Arab siang itu akan datang ke kota kecil
tersebut dan memberikan uang senilai 100 juta kepadanya. Uang itu harus segera
diambilnya di rumah seorang kiyai desa sebelum shalat Jum’at, karena setelah
salat Jum’at, saudagar itu akan pergi.
Untuk mengambil uang, Pak Ridwan
hanya harus membawa surat tersebut, dan menunjukkannya.
Siang itu Pak Ridwan bergegas ke
rumah Kiyai sambil berangkat ke Masjid untuk menunaikan salat Jum’at. Tak lupa
ia membawa tas kecil yang telah disiapkan gemboknya. Ia benar-benar mendapatkan
uang 100 juta tersebut.
Esoknya Pak Ridwan membeli dua
bidang kebun seharga 30 juta dan 20 juta, sebuah mobil sedan bekas yang lumayan
bagus seharga 25 juta, dan membangun sebagian rumahnya yang masih berdinding
kayu rapuh diganti dengan tembok . Seperti lazimnya kehidupan di kota kecil, tetangga-tetangga
Pak Ridwan mulai kasak kususk dengan kemajuan Pak Ridwan, bahkan ada yang mengiranya
memelihara pesugihan. Dan ahirnya ada seseorang yang berani bertanya.
“Kenapa bapak ahir-ahir ini
memiliki kemajuan yang sangat pesat? Padahal usaha jual Baso keliling pak Ridwan
biasa-biasa aja pembelinya,” Tanya tetangga tersebut.
Pak Ridwanpun berkisah perihal
kertas yang diperolehnya. Lalu ia menunjukkan kertas tersebut pada tetangganya.
Beberapa tetangga yang lain yang melihat mereka segera berbondong bondong datang
dan berkumpul.
“Kertas ini pak..? wah saya juga
dapat pak, langsung di buat pesawat pesawatan dari kertas sama anakku, Lha ga
tahu maknanya” ucap tetangga Pak Ridwan sambil menepuk jidatnya.
“Wah aku masih nyimpan, malam ni
baru mau aku tanyakan ke Pak iyai apa artinya.., tapi sudah terlambat ya
ternyata..” ucap yang lain.
Aku juga dapat, langsung dibuang
istriku ke tempat sampah” ucap yang lain.
“kalo punyaku dikira jimat atau
rajah atau untuk ngisi kekuatan badan yang sengaja diselipkan di pintu, jadi
sama anakku dijahit didalam sabuknya..” ucap yang lain.
“Jadi sebenarnya kalian semua juga
dapat surat itu?” Pak Ridwan geleng-geleng kepala.
Pak Kiyai yang sedang lewat di
depan rumah Pak Ridwan tersenyum menatap mereka semua.
“itulah gunanya kalian belajar ilmu
dari Ustad, mengkaji Al-Qur’an dan lain sebagainya.
Ketahuilah, banyak sekali hadiah
pahala dari Allah yang kalian lewatkan karena kalian tidak memahami agama sama
sekali.
Cepatlah datangi ahlinya untuk
menerjemahkan Al-Qur’an dan Hadits dan mengetahui semua hadiah-hadiah yang
dijanjikan Allah dan saratnya sebelum kalian kehabisan waktunya”.
Label:
Kisah Dan Hikmah